Hubungan Body Image Dengan Penyesuaian Diri
BAB I
PENGANTAR
- Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk
sosial yang berarti tidak dapat hidup
tanpa orang lain. Menurut Walgito (2001) dorongan atau motif sosial pada
manusia, mendorong manusia mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau
interaksi sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara manusia satu dengan
manusia yang lain, Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu
mengatasi permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sekitarnya.
Penyesuaian diri yang
baik ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap
lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan
(Willis, 2005). Penyesuaian diri yang baik akan menjadi salah satu bekal
penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam masyarakat luas.
Meskipun demikian, tampaknya penyesuaian diri
yang baik bukanlah hal yang mudah (Hurlock, 1978)
Dalam masa remaja, seseorang mempersiapkan
diri memasuki masa dewasa. Pada masa remaja akhir, keadaan pribadi, sosial dan
moral berada dalam kondisi kritis atau critical
period. Dalam periode akhir masa remaja ini individu memiliki kepribadian
tersendiri yang akan menjadi pegangan dalam alam kedewasaan. Perkembangan
pribadi, sosial, dan moral yang dimiliki remaja dalam masa remaja awal dan yang dimantapkannya pada masa remaja
akhir, banyak mempengaruhinya bahkan mendasari dirinya memandang diri dan
lingkungan dalam masa-masa selanjutnya. (E.L. Kelly, dalam Mappiare, 1982)
Remaja memiliki keinginan
yang kuat untuk mengikuti dan
menyesuaikan diri khususnya dengan kelompok. Remaja akan berusaha untuk
menghindari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kelompok. Adanya
penyimpangan–penyimpangan didalam lajunya pertumbuhan mungkin merupakan sumber
ketegangan psikologis bagi individu yang kurang matang.
Penyimpangan-penyimpangan ini akan nampak didalam sikap-sikap sosial dan
pandangannya. Sedangkan individu yang cepat matang mungkin dihadapkan dengan
berbagai masalah sosial, misalnya karena remaja tersebut berbadan lebih besar
dari teman-temannya, teman-teman lain mengharapkan hal–hal tertentu yang
berhubungan dengan aktivitas sosial. Tetapi oleh karena remaja tersebut belum
berpengalaman untuk kegiatan tersebut sekalipun berbadan besar, maka remaja
tersebut mungkin kurang mampu memenuhi apa yang diharapkan kelompok. Kegagalan
dalam penyesuaian diri dengan kelompok ini merupakan sumber yang paling penting
bagi timbulnya ketegangan-ketegangan psikologis.
Dalam perkembangan sosial, pandangan
remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama dalam masyarakat banyak
dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa percaya diri. Hal
ini terlihat pada banyaknya kasus yang terjadi, diantaranya banyak remaja yang mengalami krisis kepercayaan diri, baik dalam diri
sendiri maupun lingkungan masyarakat. Percaya diri sebenarnya merupakan keberhasilan
dari pengamatan "harga diri" yang dimiliki secara bertahap dalam
proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Masa remaja merupakan suatu proses
yang terus berkembang, proses penyesuaian diri pun terjadi secara terus-menerus
dan berkesinambungan. Proses penyesuaian diri dapat dikatakan berhasil bila
seseorang dapat memenuhi tuntutan lingkungan, dan diterima oleh orang-orang di
sekitar sebagai bagian dari masyarakat. Bila seorang remaja merasa gagal
menyesuaikan diri dan merasa ditolak oleh lingkungan, maka akan menjadi regresif atau mengalami
kemunduran. Lalu secara tidak sadar akan menjadi kekanak-kanakan (Suryanto,
2003).
Kasus yang mengungkap penyesuaian diri
sosial didapat dari hasil wawancara berikut yang dilakukan oleh peneliti pada
dua orang responden, berdasarkan wawancara didapatkan informasi bahwa subyek
pertama yaitu seorang mahasiswi tehnik industri berinisial S berusia 21 tahun.
S mengaku sulit menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan teman-teman kost
karena S lebih senang menyendiri di kamar. S merasa tidak percaya diri dengan
keadaan dirinya yang terlalu gemuk sehingga S menghindari aktivitas-aktivitas
yang berhubungan dengan orang banyak. S merasa teman-teman tidak menyukai
dirinya karena keadaan fisik tersebut. S lebih senang menghabiskan waktu dengan
membaca buku dan melihat televisi daripada bergabung dengan teman-teman lain.
Subyek
kedua yaitu seorang mahasiswa berinisial E berusia 19 tahun. E adalah seorang mahasiswa baru di Universitas
Islam Indonesia. E mengaku tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman
baru di kampus, bila teman-temannya diam E merasa susah mengajaknya berbicara
karena E merasa canggung dan E merasa dirinya adalah seorang yang pendiam dan
pemalu, E merasa tidak mempunyai banyak teman karena sifat pendiamnya tersebut.
E lebih senang bermain game sendiri di kamar daripada bergaul bersama
teman-teman kampusnya.
Kasus tidak adanya penyesuaian
diri sosial pada remaja juga dialami oleh
seorang mahasiswa baru bernama Lita yang tidak dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan kampus barunya di Bandung, Sewaktu SLTA Lita bersekolah di
luar Bandung. Lita merasa kehilangan teman – teman SMA, merasa tidak betah,
tidak punya teman. Sampai – sampai dia ingin keluar kuliah karena dia kuliah di
Universitas tersebut juga atas keinginan orang tuanya bukan keinginan sendiri.
(http://www.PikiranRakyatCyberMedia.com 20/09/05).
Kasus–kasus tersebut
terlihat sebagai wujud dari tidak adanya penyesuaian diri sosial. Maslow
(Partosuwido, 1993) berpendapat bahwa
salah satu ciri dari penyesuaian diri sosial yang baik adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi tingkat kebutuhan yang sifatnya hirarkis dengan
unsur sebagai berikut: fisiologis, rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan
akan rasa harga diri. Kegagalan dalam penyesuaian diri dapat menimbulkan sikap
yang apatis. Menurut Freud yang diungkapkan oleh Prawiro Harjo (Muntaha, 2003)
kegagalan penyesuaian diri dapat dilihat dari tanda-tanda kecemasan tinggi,
rasa rendah diri, depresi, ketergantungan pada orang lain dan tanda-tanda
psikomatis lainnya.
Dalam penelitian Tejo (1996) menyebutkan bahwa penyesuaian
diri sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kepribadian, jenis
kelamin, inteligensi, pola asuh dan konsep diri. Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian.
Pembagian konsep diri tersebut dikemukakan oleh Stuart and Sundeen (1991), yang
terdiri dari body mage (gambaran
diri), ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. Body image adalah sikap
seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup
persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991 dalam Kelliat, 1992).
Tingkat body image pada individu
digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian – bagian
tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Gambaran seseorang mengenai
kondisi fisiknya, jika dia merasa bahwa keadaan fisiknya tidak sesuai dengan
konsep idealnya, maka dia akan merasa dirinya memiliki kekurangan pada fisik
atau penampilannya, meskipun mungkin bagi orang lain dia sudah dianggap menarik
secara fisik. Seringkali keadaan yang demikian membuat seseorang tidak dapat
menerima fisiknya seperti apa adanya sehingga dirinya menjadi rendah diri.
Body image merupakan gambaran yang dimiliki dalam pikiran tentang
ukuran, keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Perubahan fisik
yang dialami remaja bisa mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Sebagian
remaja ingin menghindari situasi atau
orang tertentu karena merasa begitu rendah diri atau malu. Semua perubahan ini
ada saatnya remaja tidak merasa yakin terhadap diri sendiri (kurang percaya
diri) merasa gemuk, besar, kurus yang membuatnya merasa malu seakan semua orang
di dunia memperhatikan ketidaksempurnaanya. Setitik jerawat bisa tampak sebesar
bola dan membuat remaja ingin menggali lubang dan bersembunyi didalamnya. Hal
ini mungkin menyebabkan sulit bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
Keadaan
fisik merupakan hal yang penting dalam suksesnya pergaulan. Remaja sangat peka
terhadap keadaan tubuh yang tidak sesuai
dengan gambaran masyarakat tentang tubuh ideal (Centi, 1993). Remaja mempunyai
perhatian yang sangat besar terhadap penampilan diri (Monks dkk, 1991) apabila
ada bagian tubuh atau seluruh tubuh dinilai tidak baik (tidak sesuai dengan
gambaran ideal) maka cenderung akan mempengaruhi proses sosialisasinya. Bila
remaja mengerti bahwa tubuhnya memenuhi persyaratan maka hal ini berakibat
positif terhadap penilaian diri remaja. Sedangkan bila ada penyimpangan–penyimpangan
maka timbullah masalah – masalah yang berhubungan dengan perilaku diri dan
sikap sosial remaja. Remaja percaya bahwa kondisi fisik akan membuat diterima atau ditolak oleh lingkungan sosial
Berdasarkan uraian
diatas, peneliti berasumsi bahwa body
image atau gambaran diri mempengaruhi penyesuaian diri sosial pada remaja.
Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan
positif antara body image dan penyesuaian diri sosial pada remaja?”.
- Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
body image dengan penyesuaian diri
sosial pada remaja
- Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis,
penelitian tentang body image dan
penyesuaian diri sosial pada remaja ini akan memperkaya khasanah ilmu psikologi
terutama psikologi sosial, psikologi perkembangan dan psikologi klinis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini jika hipotesisnya teruji, maka
diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan dan acuan ataupun
masukan baik bagi remaja untuk dapat memiliki body image yang baik sehingga remaja akan memiliki kepercayaan diri
dan penerimaan diri yang akan mempengaruhi proses penyesuaian diri dengan
lingkungan sosialnya dan bagi orang tua, tenaga pendidik dan tokoh masyarakat
untuk dapat mengarahkan dan membimbing remaja dalam mempertahankan penilaian
yang baik tentang body imagenya
tersebut supaya dapat meningkatkan pula proses penyesuaian diri dengan
lingkungan sosialnya.
D. Keaslian
Penelitian
Berbagai penelitian, baik luar negeri atau dalam negeri
tentang penyesuaian diri sosial dan body
image telah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain:
Penelitian Risveni (2006) yang meneliti tentang perbedaan penyesuaian sosial pada mahasiswa
baru ditinjau dari jenis kelamin. Menggunakan jenis kelamin sebagai variabel tergantung dan penyesuaian sosial sebagai variabel bebas.
Pada penelitian ini menggunakan teori penyesuaian diri sosial dari Schneider
(1964). Subyek yang digunakan yaitu remaja berusia 17 sampai 22 tahun, penelitian ini menggunakan
alat ukur skala penyesuaian sosial
berdasarkan teori Scneiders (1967). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat penyesuaian
sosial antara mahasiswa putra dan putri, dimana penyesuaian sosial pada
mahasiswa putri lebih tinggi dibandingkan mahasiswa putra.
Penelitian lain yaitu
Tejo (1996) meneliti persepsi kegemukan diri dengan penyesuaian sosial remaja,
menggunakan penyesuaian sosial sebagai variabel tergantung dan persepsi kegemukan
diri sebagai variabel bebas. penelitian ini menggunakan teori penyesuaian diri
sosial dari Cole (1963). Subyek yang dgunakan yaitu remaja berusia 15 sampai 18
tahun yang diambil dari siswa siswi
kelas satu di SMU BOPKRI 1 Yogyakarta.) menggunakan alat ukur skala penyesuaian sosial yang didasari atas
konsep dari Cole (1963), alat ukur skala persepsi kegemukan diri didasari atas
konsep dari Solso (dalam Christiani, 1987).
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh
Suryaningrum (2004) dengan judul hubungan antara penyesuaian diri dengan
kesepian pada mahasiswa baru. Menggunakan
penyesuaian diri sebagai variabel tergantung dan kesepian sebagai variabel
bebas.sedangkan Penelitian itu
dilakukan dengan mengambil subjek mahasiswa baru Fakultas Psikologi UGM
khususnya angkatan 2004 yang berusia 17 – 20 tahun jenis kelamin laki – laki
dan perempuan, tinggal di kost atau asrama maupun tinggal bersama orang tuanya.
Penelitian ini mengunakan metode accidental
sampling dan menggunakan teori Schneiders (1964).
Penelitian oleh Fitriyati
(1996) meneliti hubungan antara religiusitas dengan hambatan penyesuaian diri
pada mahasiswa. Menggunakan penyesuaian diri sebagai variabel tergantung dan kesepian
sebagai variabel bebas. Penelitian ini menggunakan teori penyesuaian diri dari
Schneider (1964). Subyek yang digunakan mahasiswa FMIPA UGM remaja perempuan
dan laki-laki berusia 17 sampai 22 tahun berjumlah 132 orang. Penelitian ini menggunakan
alat ukur skala hambatan penyesuaian diri yang disusun oleh Partosuwido (1992),
alat ukur skala religiusitas menggunakan skala yang disusun oleh Turmudhi
(1991).
Penelitian lain oleh
McCabs and Ricciardelli (2003) yang meneliti body image and strategies to lose weight and increase muscle among boys
and girls. Subyek yang digunakan yaitu siswa sekolah dasar kelas 3-5
berusia 8-11 tahun, siswa laki- laki
berjumlah 237 dan siswa perempuan berjumlah 270 yang diambil dari 10 sekolah
yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 3 skala yaitu the body image and body change questionnaire for children dibuat
sendiri yang diambil dari sintesa berbagai teori, kemudian The positive and negative affect schedule for children (PANAS-C)
yang diadaptasi dari teori joiner, Catanzaro and Laurent (1996) dan the self description questionnaire-I (SDQ-I)
diadaptasi dari teori marsh (1990).
Penelitian lain yaitu employee
adjustment to an organizational merger : an intergroup perspective oleh
Terry, Carey and Callan (2001). Subyek yang digunakan yaitu 465 karyawan staff
armada. Penelitian ini menggunakan multi item skala yaitu 8 skala diantaranya perceive permeability, intergroup contact,
identification, ingroup bias, commitment, job satisfaction, emotional
well-being, and self esteem.
Dari penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa telah
banyak dilakukan penelitian mengenai penyesuaian diri sosial dan body image tetapi penulis tidak menemukan penelitian yang memiliki
kesamaan dengan judul yang diajukan oleh penulis. Hal ini dapat dilihat dari
variabel-variabel yang digunakan yaitu penyesuaian diri sosial sebagai variabel
tergantung dengan menggunakan teori
Hurlock (1973, 1978, 1980) dan body image sebagai variabel bebas dengan
menggunakan teori Kelliat (1994). Tidak ada penelitian di atas yang meneliti
hubungan body image dengan
penyesuaian diri sosial pada remaja.
Pada penelitian ini penyesuaian diri sosial dilihat dari body image seseorang yang mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran tubuh, bentuk tubuh dan fungsi penampilan yang dimiliki oleh remaja.
Penelitian ini ingin melihat apakah body
image memberikan pengaruh pada penyesuaian diri sosial pada remaja. Jika
hipotesis diterbukti maka dapat disimpulkan bahwa body image berpengaruh pada penyesuaian diri sosial pada remaja.
Penelitian ini
menggunakan subyek remaja laki-laki dan perempuan berusia 17 – 22 tahun.
Penggunaan subyek remaja akhir dikarenakan pada masa ini merupakan masa yang
kritis bagi pembentukan kepribadiannya, kritis disebabkan karena sikap,
kebiasaan dan pola perilaku sedang dimapankan. Kemapanan tersebut merupakan
warna hidup atau falsafah dalam masa dewasa. Skala yang digunakan pada variabel penyesuaian
diri sosial ini di dibuat
sendiri yang mengacu berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri sosial dari teori
Hurlock (1978), sedangkan variabel body
image menggunakan skala yang diadaptasi dan dimodifikasi dari penelitian
Tresnasari (2001) berdasarkan teori Keaton, Cash dan Brown.
Dari penjelasan tersebut
dapat diketahui bahwa penelitian ini tergolong asli sepanjang sepengetahuan
penulis. Adanya kesamaan dalam beberapa hal dengan penelitian yang disebutkan
diatas tidak mengurangi keaslian penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri Sosial
1.
Pengertian
Penyesuaian Diri Sosial
Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk
hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga individu
tersebut merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan (Willis, 2005).
Penyesuaian diri merupakan salah satu
persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa dan mental individu. Banyak
individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidup,
karena ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga,
sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui
bahwa orang-orang mengalami stress dan depresi disebabkan oleh kegagalan untuk
melakukan penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan (Mu’tadin, http ://www.e-psikologi.com,
04/09/02)
Menurut Hurlock (1973) penyesuaian diri
yang baik akan menciptakan “ inner
harmony” yaitu seseorang merasa damai dengan keadaan dirinya dan hubungan dengan orang lain, menerima diri
apa adanya, tidak ada pertahanan diri untuk menutupi siapa dirinya dan bahagia
dengan keadaan dirinya.
Menurut Schneider (1964) penyesuaian diri meliputi
kesatuan fisik dan psikis individu untuk mengatasi tuntutan baik yang berasal
dari dalam diri maupun dari lingkungannya. Proses ini membutuhkan kemampuan
individu dalam memecahkan masalah secara
sehat dan efisien. Penyesuaian diri yang berhasil didasari oleh adanya
kematangan dari dalam diri individu terhadap tuntutan–tuntutan dan norma–norma
sosial yang akan membawa individu pada kematangan sosial yang lebih bersifat
dewasa.
Penyesuaian diri dapat dikategorikan dalam
empat kelompok, yaitu penyesuaian diri personal, penyesuaian diri sosial,
penyesuaian diri perkawinan dan penyesuaian diri jabatan atau vokasional (Schneider, 1964).
Hurlock (1978) mengatakan bahwa
penyesuaian diri sosial berarti keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri
terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya.
Selanjutnya Schneiders (1964) menyebutkan bahwa istilah penyesuaian diri sosial
berarti sejauh mana individu mampu bereaksi secara efektif terhadap hubungan,
situasi, dan kenyataan sosial yang ada.
Eysenck dkk (1972)
mendefinisikan penyesuaian diri sosial sebagai suatu proses untuk mencapai
suatu keseimbangan sosial dengan lingkungan dan sebagai proses belajar, yaitu
belajar memahami, mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang harus
dilakukan dan yang diinginkan oleh individu maupun lingkungan sosialnya.
Mu’tadin (http ://www.e-psikologi.com, 04/09/02) menambahkan bahwa penyesuaian
diri sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma – norma dan peraturan sosial
kemasyarakatan. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai
variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan
kebutuhan – kebutuhan atau kemampuan menegakkan hubungan yang harmonis dengan
lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2002).
Berdasarkan berbagai
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penyesuaian diri
sosial adalah kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif, sehat dan penuh
tanggung jawab dalam menghadapi segala situsi sosial dan kenyataan yang ada
agar tercapai keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan antara kebutuhan diri
dan lingkungannya.
2. Penyesuaian Diri Sosial pada
Remaja
Penyesuaian diri sosial
terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan oleh setiap orang,
terutama dalam usia remaja. Pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan
dan perubahan dalam dirinya. Penyesuaian diri sosial yang baik pada remaja
adalah ketika orang lain mau menerimanya, penyesuaian diri sosial yang baik
akan terbina dengan menciptakan hubungan yang harmonis, mau menyesuaiakan
nilai-nilai yang ada, tidak saling cemburu terhadap orang lain, tidak merugikan
orang lain, tidak agresif, bersikap baik, tidak suka mengkritik orang lain,
tidak mudah depresi jika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya. Kemudian
ditambahkan oleh Barret-Lennard states (Hurlock, 1973) bahwa penyesuaian diri
sosial yang baik pada remaja adalah ketika remaja tidak mngubah dirinya hanya
untuk menyenangkan orang lain. (Hurlock, 1973)
Hurlock (1980)
menambahkan ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian diri sosial pada remaja
akan mengakibatkan individu tidak puas pada diri sendiri dan mempunyai
sikap-sikap menolak diri. Remaja yang mengalami perasaan ini merasa dirinya
memainkan peran orang yang dikucilkan. Akibatnya remaja tidak mengalami
saat-saat yang menggembirakan seperti yang dinikmati oleh teman-teman
sebayanya.
Status remaja pada masa peralihan
berada dalam posisi tanggung karena dalam masa transisi ini remaja tidak diakui
sebagai anak–anak lagi tetapi juga belum dapat dikategorikan dewasa karena
belum mampu melakukan tugas-tugas orang dewasa seutuhnya. Dalam masa tersebut banyak
perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan fisik, perubahan emosi dan
perubahan sosial (Hurlock, 1980).
Perkembangan sosial
diawali saat remaja mulai melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang
tua dan menjadi lebih tergantung kepada teman-teman sebaya, interaksi dengan
teman sebaya membuat remaja sadar akan tekanan sosial dan pentingnya hubungan
sosial, sehingga remaja harus lebih banyak melakukan aktivitas dengan teman
sebaya (Hurlock, 1980).
Remaja dalam dunia sosial
berusaha untuk mencapai kedewasaan, remaja ingin tenggelam dalam berbagai
kegiatan dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kesayangan orang di
sekitar. Kadang–kadang keinginan untuk mendapatkan kesayangan dan penerimaan
dari orang lain sedemikian kuatnya, sehingga mempengaruhi tingkah laku dan
penampilannya. Keinginan yang amat sangat terhadap keberhasilan dalam hubungan
sosial akan mempengaruhi perkembangan remaja yang bersangkutan. Selain itu
mempelajari tindak sosial terhadap orang lain, merupakan persoalan sosial
terpenting yang harus dihadapi remaja (Panuju dan Umami, 1999).
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa remaja sebagaimana manusia lain adalah merupakan makhluk
monodualis yaitu disamping sebagai pribadi atau individu sekaligus sebagai
makhluk, tidak ada satupun orang yang dapat hidup tanpa bergantung kepada
masyarakat. Manusia hidup mulai dari alam kandungan, kemudian dilahirkan dan
melalui tahapan–tahapan mulai dari masa kanak–kanak hingga remaja selalu
membutuhkan atau bergantung dengan lingkungan sosial maka dari itu kemampuan
penyesuaian diri sosial sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai upaya untuk
membangun hubungan yang baik dengan masyarakat.
3. Aspek–aspek
Penyesuaian Diri Sosial
Hurlock (1978)
mengemukakan empat kriteria untuk menentukan sejauhmana penyesuaian diri
individu secara sosial, sebagai berikut :
a.
Penampilan nyata
Bila perilaku individu yang
dinilai dengan standar kelompoknya dianggap memenuhi harapan kelompoknya maka
ia akan diterima oleh kelompoknya. Penampilan nyata ini dapat dilihat contohnya
yang diungkapkan oleh Hurlock (1980), bahwa sebagian besar remaja mengetahui
bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang
popular, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih
besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obat
terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan
perasaan mereka sendiri akibatnya.
b.
Penyesuaian diri
terhadap berbagai kelompok
Individu yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik teman sebaya maupun dengan
orang dewasa dianggap mampu menyesuaikan diri dengan baik. Salah satu perilaku
yang dapat mewakili yaitu tidak mudah merasa ingin pulang bila berada jauh dari
lingkungan yang dikenal. (Hurlock, 1980)
c.
Sikap sosial
Individu menunjukkan sikap yang
baik dan menyenangkan terhadap orang
lain, bersikap baik dalam menjalankan perannya serta ikut berpartisipasi dalam
kehidupan sosial. Sikap sosial ini dapat juga ditandai dengan adanya perilaku
bertanggung jawab, tidak mudah menyerah dan tidak menunjukkan sikap yang
agresif (Hurlock, 1980)
d.
Kepuasan pribadi
Penyesuaian diri secara sosial
dapat dikatakan baik jika individu merasa puas terhadap kontak sosialnya dan
terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial. Kepuasan pribadi ini
dapat juga ditunjukkan dengan adanya perilaku tidak mencari perhatian dengan
menunjukkan kemunduran perilaku ke tingkat sebelumnya, tidak menggunakan
mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, dan berkhayal (Hurlock, 1980)
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa empat aspek-aspek dari penyesuaian diri
sosial adalah penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok,
sikap sosial dan kepuasan pribadi.
4. Tanda-tanda Kemampuan Penyesuaian Diri Sosial
Menurut Cole (Tejo, 1996)
menyebutkan tanda–tanda kemampuan menyesuaikan diri sosial sebagai berikut :
a.
Tanda–tanda kemasakan emosional, antara lain berupa perilaku
tidak tergantung pada guru, tidak sering minta bantuan, tidak sering meminta
perhatian khusus dan minta tolong, tidak berusaha meminat perhatian guru, tidak
berusaha mencari nama di depan guru, menunjukkan perilaku yang bertanggung
jawab serta tidak kekanak–kanakan.
b.
Tanda–tanda kecakapan sosial, antara lain berupa tidak ada
perasaan malu yang berlebihan, memiliki rasa percaya diri, suka berkumpul
dengan teman-teman, diterima oleh murid lain, mampu bergaul dan tidak
menghindari teman jenis kelamin lain, mau mengikuti acara–acara atau
kegiatan–kegiatan di sekolah atau kampus, tidak secara terus menerus merasa
cemas atau tidak aman, tidak ada kecenderungan menyendiri pada saat istirahat,
tidak mengharapkan hak–hak istimewa, dan rendah hati.
c.
Tidak memiliki kecenderungan melakukan perbuatan–perbuatan
untuk menarik perhatian, antara lain tidak mentraktir teman–teman agar tidak
disukai, menolong teman bila memang dibutuhkan, tidak berlebihan dalam sopan
santun dan rasa hormat, tidak selalu menyetujui semua yang dikatakan oleh guru,
tidak suka membual tentang perbuatan–perbuatan berani, bisa menerima kritik,
tidak cenderung membenarkan diri sendiri, serta tidak berlagak dan tidak suka
pamer.
d.
Tanda–tanda kenormalan emosi, antara lain tidak mudah
tenggelam dalam lamunan, mau berpartisipasi di kelas, tidak selalu sedih, lesu
atau murung, tidak peka berlebihan terhadap gangguan, tidak mudah sakit hati,
tidak terlalu khawatir.
Berdasarkan uraian diatas
terdapat banyak tanda–tanda kemampuan
seseorang dalam menyesuaikan diri yaitu, tanda–tanda kemasakan emosional,
tanda–tanda kecakapan sosial, tidak memiliki kecenderungan melakukan perbuatan
– perbuatan untuk menarik perhatian dan
tanda–tanda kenormalan emosi.
5. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Sosial
Menurut Hurlock (1973) faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri sosial yaitu
penerimaan diri. Penerimaan diri adalah sikap yang melihat dirinya
disukai, diinginkan, merasa berharga, mampu memainkan perannya dan mendapatkan
kepuasan dari perannya tersebut dan melihat dirinya secara akurat dan
realistis.
Schneider (1964) mengungkapkan
faktor–faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri sosial antara lain :
a. Kondisi fisik. dipengaruhi hereditas,
system saraf, system otot dan konstitusi fisik individu yang sehat lebih siap
menghadapi permasalahan sehari –hari dibandingkan misalnya yang tidak percaya
diri dengan keadaan fisiknya.
b. Perkembangan unsur–unsur kepribadian
berupa kematangan intelektual, moral, sosial dan kematangan emosional.
Penyesuaian diri sosial yang kuat membutuhkan kematangan individu hingga bisa
memutuskan secara tepat apa yang harus dilakukan.
c. Kondisi lingkungan termasuk situasi rumah
dan keluarga.
d. Pengaruh budaya, yaitu adat istiadat dan
agama yang dianut.
e. Kondisi psikologis, adalah komplek dari
pengalaman, kepercayaan, larangan, situasi emosional, hubungan dengan orang
lain prasangka dan hal – hal lain yang mempengaruhi reaksi individu keika melakukan
pemenuhan kebutuhan dan memecahkan masalah.
Faktor–faktor lain yang
mempengaruhi penyesuaian diri sosial yang telah disimpulkan oleh Tejo (1996)
berdasarkan teori Bernard dan Huckins (1989) dan Furhmann (1991) dalam
penelitiannya yaitu kepribadian, jenis
kelamin, intelligensi, pola asuh dan konsep diri. Salah satu komponen penting
dalam konsep diri adalah body image atau persepsi individu
terhadap penampilan fisiknya (Burns, 1979). Faktor kepribadian akan diuraikan
di bawah ini berkaitan dengan faktor pola asuh.
Pola asuh dalam keluarga
merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian diri
sosial, pola asuh yang berbeda akan menjadi pribadi yang berbeda pula. Lazarus
(Tejo,1996) mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari sifat-sifat psikologis
stabil dan khas. Sifat-sifat ini ikut menentukan dan membedakan bagaimana
perilaku individu yang satu dengan individu yang lain dalam berhubungan dengan
lingkungan sosial. Karena itu dalam situasi yang sama dua orang sering
menunjukkan proses penyesuaian yang berbeda. Hurlock (1978) mengatakan bahwa
kepribadian merupakan hasil pengaruh hereditas dan lingkungan. Ada 3
faktor bawaan yaitu pengalaman awal,
lingkungan keluarga dan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan selanjutnya.
Jenis kelamin
mempengaruhi penyesuaian diri sosial yang ternyata berbeda antara laki-laki dan
perempuan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan antara
perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat. Perbedaan antara laki-laki dan
perempuan ini juga terlihat dari ciri-ciri kepribadian yang berbeda dimana
Erikson (Santrock, 2002) berpendapat bahwa struktur jenis kelamin laki-laki
lebih suka mengganggu dan agresif, perempuan lebih inklusif dan pasif.
Fuhrmann (Tejo,1996) mengatakan bahwa
penyesuaian diri sosial dipengaruhi oleh konsep diri yang salah satu komponen
pentingnya adalah body image. Body Image berhubungan dengan
kepribadian. Kepuasan seseorang terhadap body
imagenya akan mendatangkan kepercayaan pada diri sendiri sehingga mendorong
untuk dapat melakukan aktivitas luar yang lain sebaliknya ketidakpuasan remaja
pada body imagenya akan mengganggu
perkembangan kepribadian selanjutnya, hal ini akan mengganggu penyesuaian diri
sosialnya.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri sosial adalah kondisi fisik, perkembangan unsur–unsur kepribadian, kondisi
lingkungan, pengaruh budaya dan kondisi psikologis. Serta faktor–faktor lain
yaitu kepribadian, jenis kelamin, inteligensi, pola asuh dan konsep diri.
B. Body
Image
1. Pengertian
Body Image
Body
image adalah sikap
seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup
persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
pengalaman-pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, dalam Kelliat
1992).
Body
image berhubungan dengan
kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada
aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan
mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa
cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Thoreau (Tresnasari, 2001) mengemukakan
bahwa body image berkaitan dengan
tingkah laku, pikiran, keyakinan dan kepercayaan individu tentang keadaan
fisiknya. Body image ini juga
diwarnai oleh sikap dan perasaan seseorang tentang raganya. Diawali secara
perlahan-lahan dan berkembang tahap demi tahap.
Menurut Honigman (http ://www.e-psikologi.com, 11/06/04) body image
adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana
seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan
dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira – kira
penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya apa yang dia pikirkan dan rasakan belum tentu benar–benar
mempesentasikan keadaan yang aktual namun lebih merupakan hasil penilaian diri
yang subyektif.
Menurut Chaplin (2002) body image adalah ide seseorang mengenai
betapa penampilan badannya dihadapan orang lain. Kadang kala dimasukkan pula
konsep mengenai fungsi tubuhnya. Body
image adalah bagaimana cara pandang seseorang terhadap tubuhnya sendiri.
Orang yang memiliki body image
positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan
kepeduliannya terhadap kondisi badannya
Menurut Lightstone (http://www.Edrefferel.com) body image yang sehat yaitu ketika seseorang menilai dirinya secara
positif, percaya diri dan self caring, gambaran ini sangat perlu untuk menjaga
keadaan tubuh, pengungkapan diri, mengembangkan kepercayaan diri dalam
kemampuan fisik dan merasa nyaman dengan keadaan diri yang dimiliki.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
pengertian dari body image yaitu
bagaimana seseorang memandang dirinya terutama ukuran tubuh, bentuk fisik dan
penampilannya, penilaian ini merupakan penilaian subyektif dan hal ini
berkaitan dengan kepribadian.
2. Aspek – aspek Body Image
Komponen
body image menurut Keaton, Cash dan
Brown (Tresnasari, 2001) mengatakan body
image berkaitan dengan dua komponen
yaitu :
1. Komponen
persepsi, bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya yaitu mengukur
tingkat keakuratan persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh seperti
tinggi atau pendek, cantik atau jelek, putih atau hitam, kuat atau lemah.
2.
Komponen sikap, yaitu berhubungan dengan kepuasan dan
ketidakpuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh yang meliputi wajah, mata,
bibir, hidung, mata, rambut dan keseluruhan tubuh yang meliputi proporsi tubuh,
bentuk tubuh, penampilan fisik.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua komponen body image yaitu komponen persepsi dan
komponen sikap yang terdiri dari bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh.
C. Hubungan Body Image dan Penyesuaian Diri Sosial pada Remaja
Masa
remaja adalah masa transisi dari kanak–kanak ke dewasa (Willis, 1994) yang
dialami sebelumnya akan mempengaruhi masa yang akan datang. Bila beralih dari masa kanak–kanak ke remaja,
harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak–kanakan dan mengubah pola
perilaku dan sikap baru untuk menggantikan pola perilaku dan sikap lama.
Beralihnya masa maka terjadi pula banyak perubahan seperti perubahan fisik,
pola emosi, sosial, minat, moral, dan kepribadian. Pada masa ini terjadi pula
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Remaja cenderung berkelompok
dengan teman sebaya. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas diri
tentang siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat.
Penyesuaian diri sosial menurut Eysenck dkk (1972) adalah sebagai suatu proses untuk
mencapai suatu keseimbangan sosial dengan lingkungan dan sebagai proses belajar, yaitu belajar
memahami, mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan
yang diinginkan oleh individu maupun lingkungan sosialnya.
Remaja mengalami
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya untuk mencapai suatu
kesinambungan sosial dengan lingkungan. Salah satu aspek dalam penyesuaian diri
sosial adalah kepuasan pribadi, kepuasan pribadi yaitu merasa puas terhadap
kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial.
Untuk merasa puas terhadap kontak sosialnya tersebut individu harus merasa puas
terhadap dirinya sendiri, salah satunya yaitu kepuasan terhadap bagian-bagian
tubuh dan keseluruhan tubuh. Kepuasan tersebut merupakan bagian dari aspek body image yaitu komponen sikap. Setelah
individu merasa puas terhadap dirinya sendiri maka secara otomatis individu
akan memiliki kepercayaan diri untuk menampilkannya kepada lingkungan sosial
dalam bentuk kontak sosial dan peran yang dimainkannya dalam situasi sosial. Kepuasan
pribadi tersebut maka individu akan dapat melakukan penyesuaian diri sosial
yang baik seperti yang diungkapkan dalam penelitian Putriana (2004) orang-orang yang menunjukkan body image tinggi maka akan memiliki
rasa percaya diri yang tinggi sedangkan orang-orang yang menunjukkan body image yang rendah maka akan
memiliki kepercayaan diri yang rendah pula. Demikian dapat diduga bahwa
orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih bisa
menerima diri sendiri termasuk kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan
keseluruhan tubuh sehingga seseorang tersebut akan memiliki perilaku yang
positif, body image yang realistis
dan hubungan sosial yang sehat yang dapat menciptakan penyesuaian diri sosial
yang baik.
Kemudian ditambahkan oleh penelitian dari
Partosuwido (1993) yang menyimpulkan
bahwa konsep diri tinggi yang salah satu komponen pentingnya adalah body image mempunyai penyesuaian diri
yang baik begitu juga sebaliknya orang yang mempunyai konsep diri rendah maka
akan rendah pula penyesuaian dirinya. Hasil penelitian diatas dipertegas lagi
oleh Risveni (2006) bahwa adanya perbedaan penyesuaian diri antara perempuan
dan laki-laki. Penyesuaian diri pada perempuan lebih baik daripada
laki-laki. Perbedaan jenis kelamin ini
dipengaruhi faktor biologi terutama perbedaan fisik. Fisik dikatakan sangat
penting karena tingkat penerimaan diri akan dapat mempengaruhi perilaku
individu, tidak seorangpun dapat diharapkan mampu melakukan penyesuaian diri
sosial yang baik bila menolak dan tidak
menyukai diri sendiri. Sebaliknya penerimaan diri akan membawa seseorang pada
perilaku well adjusted (Hurlock,
1973). Menurut Mappiare (1982) bahwa pribadi yang sehat, citra diri yang
positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan
atau persepsi yang positif terhadap masyarakat, sehingga remaja lebih berpartisipasi
dalam kehidupan sosial.
Harrocks (1951) menyatakan bahwa remaja
menilai penting hal–hal yang berkaitan dengan fisik dan kurang bisa menerima
perubahan–perubahan yang terjadi. Remaja sangat mengkhawatirkan perubahan
ketidaksempurnaan tubuh mereka. mereka takut akan bentuk badan yang terlalu
gemuk, pendek, tinggi, wajah tidak cantik atau tidak tampan, ada jerawat, dan
sebagainya (Mappiare, 1982) hal ini karena remaja menyadari bahwa daya tarik
fisik berperan dalam hubungan sosialnya
Schonfeld (Thornburg, 1982) mengatakan
bahwa cara seseorang menilai tubuhnya dapat didasarkan atas pengalaman serta
perbandingan atau identifikasi–identifikasi dari tubuh orang lain. Disamping
itu bagaimana penilaian seseorang mengenai tubuhnya juga dipengaruhi oleh
persepsi–persepsi subyektif yang berdasarkan pengalaman–pengalaman sensoris
khususnya penglihatan.
Individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap
terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Remaja akan
berusaha diterima masyarakat kerena remaja adalah harapan masyarakat dan remaja
akan menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Hurlock
(1973) menegaskan bahwa individu yang mempunyai penyesuaian diri sosial yang
baik akan merasa puas dengan dirinya, meskipun pada suatu saat mengalami
kegagalan akan tetap berusaha terus mencapai tujuannnya. Disamping itu individu
yang mempunyai penyesuaian diri sosial yang baik mempunyai hubungan yang
hamonis dengan orang disekitar mereka.
Berdasakan uraian di atas cukup jelas
bahwa ada hubungan antara body image dan
penyesuaian diri sosial pada remaja. Remaja yang mempunyai body image yang baik akan mampu melakukan penyesuaian diri sosial
dengan baik, begitu juga sebaliknya jika remaja mempunyai body image yang buruk maka penyesuaian diri sosial akan berlangsung
tidak baik. Uraian diatas dapat dijadikan landasan dalam menunjukkan adanya
hubungan body image dengan
penyesuaian diri sosial pada remaja
D. Hipotesis
Ada hubungan positif antara body image dengan penyesuaian diri
sosial pada remaja. Semakin tinggi body
imagenya maka akan semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya. Begitu pula
sebaliknya semakin rendah body imagenya
maka akan semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel – variabel yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Variabel tergantung : Penyesuaian Diri
Sosial
2. Variabel bebas : Body Image
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Penyesuaian Diri Sosial
Penyesuaian diri sosial adalah kemampuan individu dalam
menghadapi segala situasi dan lingkungan sosial, dimana lingkungan tersebut mencakup lingkungan tempat tinggal, keluarga,
sekolah atau kampus, dan masyarakat luas secara umum. Penyesuaian diri sosial
akan diukur dengan skala penyesuaian diri sosial berdasarkan teori Hurlock
(1978) yang mengungkapkan empat kriteria penyesuaian diri sosial yaitu
penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial dan
kepuasan pribadi. Penyesuaian diri sosial diketahui dengan skor yang diperoleh
subyek setelah mengisi skala penyesuaian diri sosial. Semakin tinggi skor yang
diperoleh semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya sebaliknya semakin rendah
skor yang diperoleh semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.
2. Body Image
Body
Image adalah bagaimana seseorang memandang dirinya terutama fisik atau
tubuhnya dan mencakup persepsi tentang ukuran tubuh, bentuk tubuh, fungsi tubuh
serta penampilan dari fisik atau tubuh itu sendiri. Orang yang memiliki body image yang baik mencerminkan
tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap
kondisi badan dan kesehatannya sendiri. Body
image akan diukur dengan menggunakan skala body image berdasarkan teori Keaton, Cash dan Brown (Tresnasari,
2001) yang diadaptasi dan dimodifikasi dari penelitian Tresnasari (2001). Skala body
image ini mengungkapkan dua komponen body
image yaitu komponen persepsi dan komponen sikap, komponen sikap ini
terdiri dari bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh. Body image positif dan negatif diketahui dengan skor yang diperoleh
subyek setelah mengisi skala body image.
Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi body imagenya sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh semakin
rendah body imagenya.
C. Subjek Penelitian
Subyek yang
digunakan dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang berusia 17 sampai 22 tahun
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode skala. Dalam skala ini subyek diminta untuk merespon sejumlah
pertanyaan yang sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk
mengungkap hal-hal yang sedang diteliti. Adapun skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala penyesuaian diri sosial dan skala body image
1. Skala
penyesuaian diri sosial
Skala
penyesuaian diri sosial yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan
aspek–aspek penyesuaian diri sosial dari Hurlock (1978) yang mengungkapkan empat kriteria
penyesuaian diri sosial yaitu penampilan
nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial dan kepuasan
pribadi. Masing-masing aspek berjumlah 10 aitem, yaitu 5 aitem favourable dan 5 aitem unfavourable. Sehingga jumlah seluruh
aitem sebanyak 40 aitem. Skala penyesuaian diri sosial ini menggunakan skala
Likert dengan 4 pilihan jawaban untuk setiap pernyataan. Skor skala penyesuaian diri sosial ini bergerak
dari 1 hingga 4 dengan rincian : 1 (sangat tidak sesuai), 2 (tidak sesuai), 3
(sesuai), dan 4 (sangat sesuai). Pengumpulan data penyesuaian diri sosial ini
dilakukan dengan mengambil subyek remaja akhir berusia 17–22 tahun. Penyesuaian
diri sosial yang dimiliki subjek dapat dilihat dari jumlah skor yang didapat
subjek dari skala tersebut. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti
semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya sebaliknya semakin rendah skor yang
didapat semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.. Distribusi penyebaran nomor
pernyataan skala penyesuaian diri sosial dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Distribusi
skala penyesuaian diri sosial sebelum ujicoba
Aspek Butir favourable Butir unfavourable
Nomor
Butir jumlah Nomor
Butir jumlah
Penampilan nyata 1,5,9,13,17 5 21,25,29,33,37 5
Penyesuaian diri 2,6,10,14,18 5 22,26,30,34,38
5
thdp berbagai klmpk
sikap sosial 3,7,11,15,19 5 23,27,31,35,39
5
kepuasan pribadi 4,8,12,16,20
5 24,28,32,36,40
5
20 20
2.
Skala Body image
Data
skala body image diungkap dengan
mengambil langsung skala body image
yang telah dibuat oleh Tresnasari (2001) yang mengukur variabel yang sama yaitu
body image dengan subyek remaja.
Skala body image yang telah diusun
oleh Tresnasari (2001) untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat body image individu. Skala body
image yang disusun oleh Tresnasari (2001) juga telah melalui uji validitas
dan reliabilitas. Diperoleh 48 butir peryataan yang sahih dengan koefisien
korelasi aitem total = 0,3002-0,6487 dan koefisien reliabilitas alpha r= 0,9405
sehingga skala body image Tresnasari
(2001) bisa digunakan sebagai alat ukur body
image pada penelitian ini. Skala body
image yang dibuat Tresnasari (2001) disusun berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Keaton, Cash dan Brown (Tresnasari, 2001) mengenai komponen body image yaitu komponen sikap yang
terdiri dari bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh dan penulis menambahkan
satu komponen lagi yaitu komponen persepsi. Skala body image ini mengunakan skala likert. Skala ini terdiri dari 25
aitem favourable dan 25 aitem unfavourable. Skala ini memiliki empat
kemungkinan jawaban yaitu : sangat sesuai , sesuai, tidak sesuai, sangat tidak
sesuai terhadap pernyataan yang diberikan. Pemberian skor untuk masing–masing
aitem ditentukan oleh pilihan jawaban subjek. Pilihan jawaban aitem terdiri
dari rentang angka 4 sampai dengan 1. untuk penilaian aitem yang favourable dari 1 (sangat tidak sesuai),
2 (tidak sesuai), 3 (sesuai), dan 4 (sangat sesuai). Tingkat body image yang dimiliki subjek dapat
dilihat dari jumlah skor yang didapat subjek dari skala tersebut. Semakin
tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi body imagenya sebaliknya semakin rendah skor yang didapat semaki
rendah body imagenya. Hasil analisis
skala body image ini menunjukkan
bahwa dari 50 aitem yang diujicobakan tenyata ada 48 aitem yang valid dan
mewakili setiap komponen.kemudian peneliti menambahkan 22 aitem sehingga
menjadi 70 aitem. Distribusi penyebaran
nomor pernyataan skala body image
dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Distribusi skala body image sebelum ujicoba
Aspek
|
Butir Favourable
|
|
Butir Unfavourable
|
|
|
Nomor butir
|
jumlah
|
Nomor butir
|
jumlah
|
Komponen sikap
|
|
|
|
|
-keseluruhan tubuh
|
1, 10, 21, 27, 33, 36, 42, 47, 49, 55, 57
|
11
|
4, 7, 13, 15, 18, 24, 30, 39, 45, 51, 53, 59
|
12
|
-bagian-bagian tubuh
|
2, 8, 11, 16, 22, 26, 28,
31, 34, 46, 48, 54, 56, 60, 61, 62, 66, 69, 70
|
19
|
5, 14, 19, 25, 35, 37, 40, 43, 50, 52, 58, 63, 64, 65, 67, 68
|
16
|
Komponen persepsi
|
3, 9, 20, 23,32, 38, 44
|
7
|
6, 12, 17, 29, 41
|
5
|
|
|
37
|
|
33
|
3.
Uji validitas
Validitas mempunyai arti sejauhmana
ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Alat
tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai
dengan maksud yang dilakukannya. (Azwar, 1997)
Suatu
alat ukur yang mempunyai validitas yang tinggi akan memiliki kesalahan
pengukuran yang kecil. Validitas
skala penyesuaian diri sosial dan body
image diuji dengan tehnik validitas isi. Teknik validitas isi yaitu
pengujian validitas skala dengan analisis rasional atau dengan persetujuan para
ahli di bidang yang diukur (Azwar, 1997).
Pemilihan terhadap aitem–aitem yang hendak
diukur dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung korelasi antara
skor subjek pada aitem yang bersangkutan dengan total skor tes. Dasar kerja
yang digunakan dalam seleksi ini adalah memilih aitem–aitem yang fungsi
ukurannya selaras atau sesuai dengan
fungsi ukur skala keseluruhan (Azwar, 1997).
Dalam penelitian ini pemilihan aitem
menggunakan parameter indeks diskriminasi aitem yaitu konsistensi fungsi aitem
dengan fungsi skala secara keseluruhan. (Azwar, 1997).
4.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari
kata reliability yaitu sejauh mana
hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas juga menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dan dengan alat pengukur yang sama. Hasil pengukuran
dapat dipercaya hasilnya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran
terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama
aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Relatif sama berarti
tetap adanya toleransi terhadap perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali
pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu, maka hasil
pengukuran tersebut tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel (Azwar,
1997).
Alat
pengumpulan data pada skala penyesuaian diri sosial dan body image ini ditunjukkan dengan koefisien reliabilitas yang
menggunakan tehnik alpha. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha
diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja
pada sekelompok responden (single-trial administration) dengan
menyajikan satu skala hanya satu kali, maka problem yang mungkin timbul pada
pendekatan reliabilitas tes ulang dapat dihindari.
E. Metode Analisis Data
Sejalan dengan hipotesis dan tujuan
penelitian ini yaitu mencari korelasi atau hubungan maka data yang diperoleh dilakukan uji syarat
yaitu uji normalitas dan uji linieritas selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan teknik korelasi Product
Moment dan untuk perhitungan selanjutnya digunakan program komputer
statistik atau program SPSS 12.0 for
windows.
BAB IV
PELAKSANAAN
DAN HASIL PENELITIAN
- Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi
Kancah
Pada penelitian ini pengambilan data
penelitian dilakukan pada beberapa tempat kost/wisma perempuan dan kost/wisma
laki-laki yang terletak di lingkungan Universitas Islam Indonesia. Keadaan
kost-kost tersebut terdiri dari beberapa penghuni yang sebagian besar adalah
mahasiswa/mahasiswi. Kost-kost tersebut
diantaranya yaitu Wisma Zahra yang beralamatkan di Jalan Kaliurang km.13,8 Gg.
Kamboja No. 5, Wisma Condong Asri yang beralamatkan di Jalan Kaliurang Km.14
Tegal sari, Wisma BS yang beralamatkan di Jalan Kaliurang Km.13,5 dan kost
Joker yang beralamatkan di jalan Kaliurang Km.14 Gg. Gudel no.10d.
Karakteristik subjek untuk penelitian ini menggunakan subjek remaja perempuan
dan laki-laki yang berusia 17 tahun sampai
22 tahun.
2. Persiapan
Persiapan yang dilakukan oleh peneliti
dalam penelitian ini meliputi persiapan administrasi dan persiapan alat ukur. Berikut
adalah rincian masing-masing persiapan yang telah dilakukan oleh peneliti.
a.
Persiapan Administrasi
Untuk dapat melakukan pengambilan data penelitian, peneliti menggunakan
surat perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Program Studi Psikologi, Fakultas
Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya yang ditujukan kepada pemilik wisma Zahra,
wisma Condong Asri dan wisma BS dengan nomor surat 458/Dek/70/Akd/VI/2007 dan
telah ditanda tangani oleh Dekan Fakultas Psikologi dan dosen pembimbing
Skripsi pada tanggal 7 Juni 2007.
b. Persiapan alat ukur
Alat
ukur yang disusun untuk penelitian terdiri dari dua buah skala, yaitu skala penyesuaian
diri sosial dan skala body image. Alat
ukur yang digunakan untuk mengukur penyesuaian diri sosial adalah skala
penyesuaian diri sosial. Skala penyesuaian diri sosial ini disusun sendiri
berdasarkan teori Hurlock (1978) yang
terdiri dari empat aspek yaitu penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap
berbagai kelompok, sikap sosial dan kepuasan pribadi. Skala penyesuaian
diri sosial berjumlah 40 aitem yang terdiri dari 20 aitem favourable dan 20 aitem unfavourable.
Skala body
image merupakan skala yang diadaptasi dan dimodifikasi dari alat ukur yang sudah ada yaitu
skala yang dibuat oleh Tresnasari (2001). Aspek-aspek yang tercakup pada penelitian
ini meliputi: (1) komponen sikap yang terdiri dari keseluruhan tubuh dan
bagian-bagian tubuh. (2) komponen persepsi. Pada penelitian Tresnasari (2001)
hanya menggunakan komponen sikap saja yang terdiri dari 50 aitem kemudian
peneliti menambahkan komponen persepsi sebagai alat ukurnya. Skala body image ini terdiri dari 70 aitem
yaitu 37 aitem favourable dan 33 aitem
unfavourable.
Sebelum uji coba dilaksanakan,
terlebih dahulu dilakukan pre-eliminary
untuk skala penyesuaian diri sosial dan skala body image dengan tujuan untuk mengukur validitas isi dari
aitem-aitem yang ada diperkirakan dapat dimengerti bahasanya oleh subyek
penelitian dan untuk mengukur waktu yang diperlukan oleh subyek penelitian. Pre-eliminary
dilakukan terhadap tiga
subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Hasil
dari pre-eliminary tersebut
menunjukkan bahwa subjek cukup memahami setiap kalimat dalam
pernyataan-pernyataan yang ada dalam kedua skala tersebut. Ketiga subjek
membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mengisi skala.
Setelah
pre-eliminary maka dilakukan uji coba
alat ukur untuk skala penyesuaian diri sosial dan skala body image pada 30 subyek
yang termasuk dalam kategori remaja akhir yang berusia 17-22 tahun. Uji
coba alat ukur ini dilakukan pada tanggal 26 Mei 2007 sampai 31 Mei 2007. Pengujian terhadap alat ukur ini bertujuan
untuk melakukan seleksi dan memilih aitem-aitem yang berkualitas sehingga dapat
dipakai sebagai alat ukur yang valid dan reliabel pada penelitian sesungguhnya.
Skala
yang diperoleh dari hasil uji coba yaitu sebanyak 30 eksemplar, selanjutnya
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science
(SPSS) for Windows 12. Hasil analisis aitem pada skala penyesuaian diri
sosial terdiri dari 40 aitem yang diujicobakan, 23 aitem sahih dan 17 aitem
gugur. Azwar (1997)
menyatakan ada dua alternatif untuk menentukan kriteria pemilihan aitem
berdasar korelasi aitem total, yaitu dengan menggunakan batas 0,30 dan dengan
menggunakan batas 0,25. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi
aitem total, peneliti menggunakan batasan 0,30. Kriteria ini diambil karena
semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya sudah
dianggap memuaskan.aitem yang sahih adalah aitem nomor 3, 4, 5, 6, 8, 12, 13,
14, 15, 18, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 37, 38. Aitem-aitem
yang sahih tersebut memiliki indeks korelasi aitem total yang bergerak antara r i t= 0,306
hingga r it= 0,645. Besarnya
koefisien reliabilitas dari skala penyesuaian diri sosial adalah r tt = 0,881.
Skala body
image terdiri dari 70 aitem yang diujicobakan, 56 aitem yang sahih dan 14
aitem gugur. Aitem-aitem yang sahih adalah nomor 1,2,3,6,8, 9, 10, 11, 13, 14,
15, 16, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 38, 39, 40,
41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62,
63,64, 65, 66, 67, 69, 70 . Aitem-aitem yang sahih tersebut memiliki indeks
korelasi aitem total yang bergerak antara r
it = 0,310 hingga
r it = 0.827. Besarnya koefisien
reliabilitas dari skala body image adalag
r tt = 0,960.
Berikut
ini sebaran butir-butir skala penyesuaian diri sosial dan skala body image setelah uji coba.
Tabel 3
Distribusi Skala penyesuaian
diri sosial Setelah Uji Coba
|
Butir Favourable
|
Butir Unfavourable
|
Jumlah butir
|
Aspek
|
No Butir
|
Nomor Butir
|
Sahih
|
Penampilan nyata
|
5 (3),6 (4),9,13 (7),17
|
21,25 (14),29 (18),33 (20),37 (22)
|
7
|
Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok
|
1,2,10,14 (8),18 (10)
|
22(12),26(15),30,34 (21),38 (23)
|
6
|
Sikap sosial
|
3 (1),7,11,15 (9),19
|
23,27 (16),31 (19),35,39
|
4
|
Kepuasan pribadi
|
4 (2),8 (5),12 (6),16,20(11)
|
24 (13),28 (17),32,36,40
|
6
|
|
|
|
23
|
Catatan: angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru setelah
ujicoba
Tabel 4
Distribusi Skala body image Setelah Uji Coba
|
Butir Favourable
|
Butir Unfavourable
|
Jumlah butir
|
Aspek
|
No Butir
|
Nomor Butir
|
Sahih
|
Komponen sikap
|
|
|
|
|
1(1), 10(7), 21(14), 27(2), 33(25), 36(27), 42(32), 47, 49(38), 55(43), 57(45)
|
4, 7, 13(9), 15(11), 18, 24(17), 30(22), 39(29), 45(35), 51(40), 53(42), 59(47)
|
19
|
|
2(2), 8(5), 11(8), 16(12), 22(15), 26(19), 28(21), 31(23), 34(26), 46(36), 48(37), 54, 56(44), 60(48), 61, 62(49), 66(53), 69(55), 70(56)
|
5, 14(10), 19(13), 25(18), 35, 37,
40(30), 43(33), 50(39), 52(41), 58(46), 63(50), 64(51), 65(52), 67(54), 68
|
29
|
Komponen persepsi
|
3(3), 9(6), 20, 23(16) 32(24), 38(28), 44(34)
|
6(4), 12, 17, 29, 41(31)
|
8
|
|
|
|
56
|
Catatan: angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru setelah
ujicoba
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai tanggal
11 Juni 2007 sampai dengan 18 Juni 2007. Pengambilan data dilakukan dengan
menyebarkan angket kepada beberapa kost/wisma perempuan dan kost/wisma
laki-laki dengan jumlah subyek 100 yaitu remaja yang berusia 17-22 tahun.
Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada beberapa
kost/wisma perempuan dan kost/wisma laki-laki. Prosedur pelaksanaannya dimulai
dengan pemberitahuan petunjuk pengerjaan dan pentingnya memeriksa ulang skala
yang sudah dikerjakan jangan sampai ada pernyataan yang terlewatkan oleh subjek
kemudian subjek diberikan waktu untuk mengerjakan skala dengan tenang.
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah remaja berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki yang berusia 17 sampai 22 tahun. Subjek tersebut diambil secara purposive sampling yang berarti
pengambilan sampel dengan memperhatikan karakteristik tertentu.
Tabel 5
Deskripsi subjek penelitian
Data
responden
|
|
|
Jumlah
|
|
1. jenis
kelamin
|
Laki-laki
Perempuan
|
:
:
|
32
68
|
|
2. usia
|
18 tahun
19 tahun
20 tahun
21 tahun
22 tahun
|
:
:
:
:
:
|
12
17
30
28
13
|
|
Total
|
|
|
100
|
|
Berdasarkan tabel di atas maka dapat
diketahui subjek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 32 subjek sedangkan
subjek berjenis kelamin perempuan berjumlah 68 subjek. Subjek berusia 17 tahun
tidak ada, subjek berusia 18 tahun berjumlah 12, subjek berusia 19 tahun
berjumlah 17, subjek berusia 20 tahun berjumlah 30, subjek berusia 21 tahun
berjumlah 28 dan subjek berusia 22 tahun berjumlah 13.
2. Deskripsi Data Penelitian
Gambaran singkat mengenai data penelitian
secara umum yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar dari masing-masing
variabel dapat dilihat secara lengkap pada tabel 6.
Tabel 6
Deskripsi Data Penelitian
Variabel
|
Hipotetik
|
Empirik
|
||||||
Xmax
|
Xmin
|
Mean
|
SD
|
Xmax
|
Xmin
|
Mean
|
SD
|
|
Penyesuaian Diri Sosial
|
92
|
23
|
57,5
|
11,5
|
87
|
52
|
69,93
|
7,429
|
Body Image
|
224
|
56
|
140
|
28
|
212
|
105
|
162,85
|
17,144
|
Berdasarkan deskripsi data penelitian pada
tabel diatas dapat diketahui bahwa mean empirik pada variabel penyesuaian diri
sosial sebesar 69,93 dan mean hipotetik sebesar 57,5. Mean empirik variabel
penyesuaian diri sosial lebih besar daripada mean hipotetiknya. Hal ini
menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini mempunyai penyesuaian diri sosial
yang tinggi.
Begitu juga mean empirik untuk variabel body image lebih besar daripada mean
hipotetiknya yaitu sebesar 162,85 dan mean hipotetik sebesar 140. Hal ini
berarti subjek memiliki body image yang tinggi.
Peneliti kemudian menggunakan data
penelitian yang ada untuk mengkategorisasikan skor yang diperoleh subjek. Dasar
yang digunakan untuk membuat kategorisasi ini adalah asumsi bahwa skor subjek
terdistribusi normal.
a.
Skala Penyesuaian Diri Sosial
Kategori dari variabel penyesuaian diri
sosial berdasar pada skor total yang telah diperoleh subjek pada skala
penyesuaian diri sosial. Skala ini terdiri dari 23 aitem, setiap aitem diberi
skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang minimal-maksimalnya adalah 23
(23x1) sampai dengan 92 (23x4), sehingga luas jarak sebarannya adalah 92-23=69.
Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya (σ) bernilai sebesar 11,5, serta rata-rata hipotetik
(µ) sebesar 57,5. berdasarkan pada pembagian kategori menjadi 5 bagian, maka
rumus kategori dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7
Kriteria Kategori penyesuaian diri sosial
Kategori
|
Nilai
|
Sangat Tinggi
|
X> µ +1,8 δ
|
Tinggi
|
µ +0,6 δ <X≤ µ +1,8 δ
|
Sedang
|
µ -0,6 δ < X ≤ µ + 0,6 δ
|
Rendah
|
µ -1,8 δ ≤ X ≤ µ −0,6 δ
|
Sangat Rendah
|
X< µ − 1,8 δ
|
Keterangan:
µ= mean hipotetik, δ = setiap satuan standar deviasi
Tabel 8
Kategorisasi
penyesuaian diri sosial
Kategori
|
Skor
|
Jumlah
|
Prosentase
|
Sangat Tinggi
|
X > 78,2
|
13
|
13 %
|
Tinggi
|
64,4 < X ≤ 78,2
|
67
|
67 %
|
Sedang
|
50,6 < X ≤ 64,4
|
20
|
20%
|
Rendah
|
36,8 ≤ X ≤ 50,6
|
-
|
-
|
Sangat rendah
|
X< 36,8
|
-
|
-
|
TOTAL
|
|
100
|
100 %
|
Melihat
tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori sangat
tinggi sebanyak 13 subjek (13 %), kategori tinggi sebanyak 61 subjek (61%),
kategori sedang sebanyak 20 subjek (20 %) dan tidak ada seorangpun yang masuk
dalam kategori rendah maupun sangat rendah (0%). Berdasarkan tabel
dapat disimpulkan bahwa subjek mempunyai
penyesuaian diri sosial yang
berada pada kategori tinggi 67%.
b. Skala Body Image
Kategori dari variabel body image berdasar pada skor total yang
telah diperoleh subjek pada skala body
image. Skala ini terdiri dari 56 aitem, setiap aitem diberi skor minimal 1
dan skor maksimal 4. Rentang minimal-maksimalnya adalah 56 (56x1) sampai dengan
224 (56x4), sehingga luas jarak sebarannya adalah 224-56=168. Dengan demikian
setiap satuan deviasi standarnya (σ) bernilai sebesar 28, serta rata-rata hipotetik (µ) sebesar 140.
Berdasarkan pada pembagian kategori menjadi 5 bagian, maka rumus kategori dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9
Kriteria Kategori Body Image
Kategori
|
Nilai
|
Sangat
Tinggi
|
X> µ +1,8 δ
|
Tinggi
|
µ +0,6 δ <X≤ µ +1,8 δ
|
Sedang
|
µ -0,6 δ < X ≤ µ + 0,6 δ
|
Rendah
|
µ -1,8 δ ≤ X ≤ µ −0,6 δ
|
Sangat
Rendah
|
X< µ − 1,8 δ
|
Keterangan: µ= mean hipotetik, δ = setiap
satuan standar deviasi
Tabel 10
Kategorisasi penyesuaian diri sosial
Kategori
|
Skor
|
Jumlah
|
Prosentase
|
Sangat Tinggi
|
X > 190,4
|
5
|
5%
|
Tinggi
|
156,8 <X≤ 190,4
|
63
|
63%
|
Sedang
|
123,2 < X ≤ 156,8
|
31
|
31%
|
Rendah
|
89,6 ≤ X ≤ 123,2
|
1
|
1%
|
Sangat rendah
|
X < 89,6
|
-
|
-
|
TOTAL
|
|
100
|
100%
|
Melihat
tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori sangat
tinggi sebanyak 5 subjek (5 %), kategori tinggi sebanyak 63 subjek (63%),
kategori sedang sebanyak 31 subjek (31 %), kategori rendah sebanyak 1 subjek
(1%) dan sangat rendah 0 subyek (0%). Berdasarkan tabel dapat disimpulkan
bahwa subjek mempunyai body image
yang berada pada kategori tinggi 63%.
3. Uji Asumsi
Sebelum
melakukan analisis data penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis, yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan
uji linieritas sebagai syarat untuk pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan
yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya.
a. Uji Normalitas
Uji
normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data variabel bebas dan
variabel tergantung berdistribusi normal atau tidak. Distribusi dikatakan
normal apabila p>0.05. Teknik yang digunakan untuk uji normalitas adalah
teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test pada
program komputer SPSS for windows 12.
Uji normalitas variabel
penyesuaian diri sosial dan body image
menunjukkan distribusi normal dengan koefisien K-S-Z pada variabel penyesuaian
diri sosial sebesar 0,662 dengan p = 0,773 (p>0,05) dan koefisien K-S-Z pada
variabel body image 0,944 dengan p =
0,335 (p>0,05)
b. Uji Linieritas
Uji
linieritas merupakan pengujian garis regresi antara variabel bebas dengan
variabel tergantung. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara
variabel body image dengan penyesuaian
diri sosial mengikuti garis linier atau tidak, dengan menggunakan program
komputer SPSS for windows 12,0. Hasil
uji linearitas hubungan variabel penyesuaian diri sosial dengan body image diperoleh hasil F = 30,538
dengan p= 0,000 (p< 0,05) dan deviation
from linearity F = 0,912 dengan p =
0,625. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel penyesuaian diri sosial dengan
body image bersifat linier atau
mengikuti garis lurus.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara penyesuaian diri sosial dan body
image. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan
menggunakan program komputer Statistical
Package for Social Science (SPSS) for Windows 12.
Hasil analisis data menunjukkan korelasi
antara variabel penyesuaian diri sosial dengan body image r = 0,496 dengan
p = 0,000 (p<0,01), berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara variabel Body Image dan
variabel penyesuaian diri sosial, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
D. Pembahasan
Hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara body image dan penyesuaian diri sosial
pada remaja. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien
korelasi (r) sebesar = 0,496 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hubungan antara
kedua variabel ini menunjukkan bahwa semakin tinggi body image seseorang maka akan semakin tinggi pula penyesuaian diri
sosialnya dan sebaliknya semaki rendah body
image seseorang maka akan semakin rendah pula penyesuaian diri sosialnya. Jadi
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.
Berdasarkan penelitian ini kategorisasi body image dapat diketahui bahwa subjek
yang berada dalam kategori sangat tinggi sebanyak 5 subjek (5 %), kategori
tinggi sebanyak 63 subjek (63%), kategori sedang sebanyak 31 subjek (31 %),
kategori rendah sebanyak 1 subjek (1%). Berdasarkan kategorisasi tersebut dapat
dikatakan bahwa sebagian besar subjek mempunyai body image yang berada pada
kategori tinggi yaitu 63%.
Sementara itu kategorisasi untuk
penyesuaian diri sosial dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori
sangat tinggi sebanyak 13 subjek (13 %), kategori tinggi sebanyak 61 subjek
(61%), kategori sedang sebanyak 20 subjek (20 %). Berdasarkan kategorisasi
tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar subjek mempunyai penyesuaian diri sosial yang berada pada kategori tinggi 67%, karena jumlah
subjek yang berada pada rentang skor 64,4-78,2 paling banyak, jika dibandingkan
dengan jumlah subjek pada rentang skor lain.
Diterimanya
hipotesis dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa body image mempunyai peranan dalam penyesuaian diri sosial pada remaja. Penyesuaian diri sosial yang baik akan
menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun
dalam masyarakat luas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja yang
menilai dirinya baik maka akan dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa
mengalami hambatan. Hal ini didukung oleh pendapat Partosuwido (1993) bahwa
remaja yang memiliki konsep diri yang tinggi maka penyesuaian dirinya akan
tinggi pula begitu juga sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri rendah
maka penyesuaian dirinya juga akan rendah. Konsep diri adalah semua ide,
pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahu individu dalam berhubungan
dengan orang lain (Stuart dan Sudeen,
dalam Kelliat 1992). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya,
interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Konsep diri dipelajari melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu
tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang
lain tentang dirinya. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian
salah satunya yaitu body image
(Kelliat, 1992). Hal ini juga diungkapkan Fuhrmann (1990) yang menyatakan salah
satu komponen pentingnya dalam konsep
diri yaitu body image mempunyai
pengaruh terhadap penyesuaian diri sosial pada remaja.
Selanjutnya
Hurlock (1973) berpendapat remaja mengetahui bahwa penampilan fisik yang
menarik dapat meningkatkan penerimaan sosial baik dari teman-teman sejenis atau
dari teman-teman lawan jenisnya dan dapat menimbulkan kesan pertama yang baik.
Pengertian ini dapat membantu remaja mengatasi masalah-masalah sosial yang
dihadapi dengan baik, termasuk salah satunya adalah upaya untuk menyesuaikan
diri secara sosial. Penerimaan sosial yang baik dari teman-teman sejenis,
membantu remaja dalam membentuk penyesuaian diri sosial yang lebih baik.
Menurut
Hurlock (1973) remaja menyadari bahwa merupakan hal yang menyenangkan memiliki
fisik yang menarik dan tubuh yang ideal. Hal ini dapat mempertinggi kesempatan
mereka dalam penerimaan sosial. Perkembangan fisik yang dialami remaja
menyebabkan remaja memiliki citra terhadap fisiknya atau yang disebut dengan body image. Body image ini sifatnya subjektif, tiap remaja memiliki ukuran
ideal yang berbeda mengenai keadaan fisik yang bisa menimbulkan rasa puas
terhadap dirinya.
Body
image berhubungan dengan
kepribadian. Cara individu memandang diri sendiri mempunyai dampak yang penting
pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan
mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa
cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Hal ini berkaitan dengan
faktor-faktor dari penyesuaian diri sosial yang telah disimpulkan oleh Tejo
(1996) faktor-faktor tersebut yaitu kepribadian,
jenis kelamin, intelligensi, pola asuh dan konsep diri. Kepribadian terdiri
dari sifat-sifat psikologis stabil dan khas. Sifat-sifat ini ikut menentukan
dan membedakan bagaimana perilaku individu yang satu dengan individu yang lain
dalam berhubungan dengan lingkungan sosial.
Seorang remaja dikatakan
mempunyai body image yang tinggi bila
remaja tersebut merasa puas dan dapat menerima keadaan fisiknya, sedangkan
seorang remaja dikatakan memiliki body
image yang rendah bila remaja tersebut merasa tidak puas dengan kondisi
fisiknya. Remaja yang melihat keadaan fisiknya positif maka hal ini akan
memberikan kepuasan pada dirinya dan dia akan mengembangkan konsep diri yang
sehat (Hurlock,1973). Body image
merupakan evaluasi dan persepsi diri terhadap keadaan fisik. Jika seorang
remaja mempunyai body image yang
tinggi maka akan merasa percaya diri dan dapat melakukan penyesuaian diri yang
baik karena tidak ada hambatan dalam diri remaja tersebut. Remaja tersebut
dapat mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya. Remaja
yang memiliki body image yang rendah
yaitu remaja yang merasa kurang puas dengan keadaan fisiknya dan tidak bisa
menerima keadaan fisiknya, remaja tersebut merasa tidak mendapat respon
menyenangkan dari lingkungan sekitarnya dan canggung untuk melakukan interaksi
dengan orang lain, maka remaja tersebut akan merasa ragu-ragu dalam melakukan
penyesuaian diri sosial dan mengembangkan sikap-sikap negatif. Seperti yang
diungkapkan dalam penelitian
Putriana (2004) yaitu bahwa orang-orang yang menunjukkan body image positif maka akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi
sedangkan orang-orang yang menunjukkan body
image negatif maka akan memiliki kepercayaan diri yang rendah pula.
Demikian dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang
tinggi cenderung lebih bisa menerima diri sendiri termasuk kepuasan terhadap
bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh, tidak menampilkan dirinya sebagai
pribadi yang lemah dan pribadi yang tidak bisa melakukan apa-apa dan remaja
tersebut akan berani memasuki lingkungannya yang baru dengan mengembangkan
sikap diri yang yakin akan dirinya dan akan mampu melakukan penyesuaian diri
sosial dengan baik
Pada penelitian tentang hubungan body image dan penyesuaian diri sosial
ini masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu peneliti tidak
memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian diri sosial seperti kepribadian,
jenis kelamin, inteligensi dan pola asuh
sehingga kurang bisa memberikan gambaran akan hal-hal lain yang bisa
mempengaruhi penyesuaian diri sosial selain body
image. Selain itu aitem pada masing – masing aspek penyesuaian diri sosial
dan aspek body image tidak sama
jumlahnya sehingga masih harus di sempurnakan. Diharapkan penelitian ini dapat
memberi implikasi secara teoritis yaitu menambah khasanah ilmu psikologi
terutama mengenai informasi tentang penyesuaian diri sosial dan aspek-aspeknya
sehubungan dengan body image.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan positif yang sangat signifikan antara body image dan penyesuaian diri sosial pada remaja. Hubungan antara
kedua variabel ini menunjukkan bahwa semakin baik body image seseorang maka akan semakin baik pula penyesuaian diri
sosialnya dan sebaliknya semakin buruk body
image seseorang maka akan semakin buruk pula penyesuaian diri sosialnya.
- Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
positif antara body image dan
penyesuaian diri sosial pada remaja. Subjek mempunyai body image yang berada pada kategori tinggi yaitu 63% dan untuk penyesuaian diri sosial
yaitu subjek termasuk dalam kategori tinggi 67%. Subjek yang
memiliki body image dan penyesuaian diri sosial yang tinggi hendaknya tetap
mempertahankan body image positifnya
dan kemampuan penyesuaian diri sosialnya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a)
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti
tema yang sama, disarankan untuk mempertimbangkan variable-variabel lain yang berhubungan
dengan penyesuaian diri sosial pada remaja, sehingga dapat ditentukan
faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi penyesuaian diri sosial.
b) Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti
tema yang sama, disarankan untuk meneliti pada subjek yang lain, sehingga dapat
diketahui bila ada perbedaan dengan hasil penelitian peneliti.
c) Perbaikan alat ukur penyesuaian diri
sosial dan body image. Peneliti
selanjutnya disarankan untuk lebih memperhatikan aitem-aitem yang sesuai untuk
mengungkap aspek-aspek dari kedua variabel tersebut
d) Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti
tema yang sama disarankan untuk menambah dengan melakukan penelitian dengan metode
kualitatif dan menggunakan metode analisis yang lebih mendetail
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ke 3. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Burns, R.B. 1979. The Self Concept. London: Longman group limited.
Centi, P.J. 1993. Mengapa Rendah Diri?. (Terjemahan oleh Hardjona, A.M)Yogyakarta:
Percetakan Kanisus.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: P.T. Grafindo Persada
Eysenck, H.J.dkk. 1972. Encyclopedia of psychology 2. New York: Harder & Harder
Fitriyati.1996. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Hambatan
Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Harrocks, E.J. 1951. Psychology Of Adolescene Behavior And Development. Boston: Houghton
Mifflin Company.
Hurlock, E. 1973. Adolescent Development . New York: Mc
Grow Hill Book Company.
__________1978. Perkembangan Anak. Jilid 1. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
__________1987. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang RentangKehidupan (
terjemahan ). Jakarta: Erlangga
.
Keliat, B.A. 1994. Gangguan Konsep
Diri. Penerbit buku Kedokteran. EGC.
Jakarta.
Lightstone, Judy. 2002. Body Image. www.Edrefferel.com
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
McCabe, Marita P. & Ricciardelli,lina A, 2003. Body image and Strategies to Lose weight and
Increase muscle among Boys and Girls. Journal of health psychology. 22,
39-46.
Muntaha, M. 2003. Tingkat Depresi Narapidana
Ditinjau dari Harga Diri dan Dukungan Sosial. Skripsi (tidak di terbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Mu’tadin, Z. Spsi.,MSi. Penyesuaian Diri Remaja. http ://www.e-psikologi.com, 04/09/02.
Monks, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan (Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya).
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Putriana, Y.A. 2004. Hubungan Citra Diri Dengan
Kepercayaan Diri Pada Remaja Putri SMU 3 Jambi. Naskah Publikasi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Partosuwido, Sr. 1993. Penyesuaian Diri Mahasiswa
Dalam Kaitannya Dengan Persepsi Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan
Tinggi. Jurnal Psikologi. No.1, Hal. 32-34.
Rini, J. 2004. Mencemaskan Penampilan. http
://www.e-psikologi.com, 11/06/04
Risveni, N. 2006. Perbedaan Penyesuaian Sosial
Pada Mahasiswa Baru Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Naskah Publikasi (tidak di
terbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Schneiders. 1964. Personal Adjustment And Mental Hygiene. New York: Holt Rinehart dan
Winston.
Suryanto, W.Dr.. 2003. Memupuk
Rasa Pede Sejak Kecil. http ://www.IntisariOnThe Net.com,
21/03/03.
Suryaningrum, M. 2004. Hubungan antara Penyesuaian
diri dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru. Intisari Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Tresnasari, T. 2001. Hubungan Citra Raga dan Minat
Membeli Kosmetik Pemutih Pada Remaja Putri. Skripsi (tidak di terbitkan). Yogyakarta
: Fakultas Psikologi UGM.
Thornberg, D. Hersel. 1982. Development In Adolescene. California: Brooks/cole Publishing
Company.
Tejo, Rosalia. 1996. Persepsi Kegemukan Diri dengan Penyesuaian Sosial
Remaja.Sripsi ( tidak diterbitkan ). Fakultas
Psikologi UGM.
Terry, J. Deborah & Carey, J.Craig dkk. 2001. Employee
Adjustment to An Organizational Merger : An Intergroup Perspective. Journal of
personality and social psychology, 27, 267-280
Tyas,R.A.2005. Sekolahku
Sekolah Baru. http://www.PikiranRakyatCyberMedia.com 20/09/05.
Umami, Ida dan Panuju, Panut. 1999. Psikologi
Remaja. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana.
Walgito. 2001. Psikologi
Sosial : Suatu Pengantar (Edisi ke-2,
Cetakan ke-3) Jogjakarta : Andi.
Willis, S. Sofyan, DR,M.Pd. 2005. Remaja dan Masalahnya. Bandung: CV. Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar